Sentimen Politik Identitas pada Pemilu 2024, PBNU: Bukan Upaya yang Mudah |
Kabaran Jakarta, - Sentimen politik identitas pada Pemilu 2024 bukan upaya yang mudah. Itulah yang diakui Ketua Umum Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf.
Namun menurutnya, karena sentimen ini dieksploitasi begitu rupa pada Pemilu 2019. Politik identitas juga telah menjadi semacam bawaan dalam realitas politik masyarakat Indonesia sejak dulu.
“Pertama, tradisi politik masyarakat kita memang pada awalnya dibangun atas dasar kurang lebih politik identitas, dalam hal ini praktik atau model dinamika politik yang berlangsung cukup lama, berapa puluh tahun,” ujar Yahya dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Rabu (25/1/2023).
“Kita tahu bahwa sebagaimana diungkap oleh sejumlah peneliti bahwa peta politik Indonesia ini pada umumnya didasarkan pada politik aliran. Nah, hal ini menjadi semacam warisan,” tambahnya.
Selama 32 tahun, Yahya menyinggung rezim Orde Baru yang dianggap berupaya untuk meniadakan politik aliran. Pemerintahan Soeharto giat membonsai berbagai politik aliran untuk mempermudah kontrol negara menggunakan pendekatan otoriter pemerintah yang bertindak represif.
“Walaupun memang pada akhirnya ada pelunakan di dalam politik identitas itu, tetapi begitu terjadi reformasi politik dan represi pemerintah berhasil dihilangkan, kecenderungan politik identitas dan politik aliran itu meruyak kembali seperti sesuatu yang tadinya lama tersimpan dan tiba-tiba terbuka,” ungkap juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid itu.
Organisasi kemasyarakatan dan organisasi keagamaan. Yahya menegaskan, utamanya bahwa hal ini menjadi pekerjaan rumah sekaligus tantangan berat bagi semua pihak.
Sentimen identitas sebagai senjata, Ia berharap elite politik tidak lagi mengeksploitasi untuk memuaskan sesuatu yang ia sebut “syahwat politik”.
NU bakal berfokus pada upaya pendidikan politik masyarakat, Yahya mengeklaim bahwa kalangan akar rumput dapat memilih calon pejabat berdasarkan pertimbangan rasional, dan tak mudah tersulut oleh sentiment politik identitas yang telah terbukti membawa pembelahan jangka panjang.
“Tapi saya kira NU juga tidak mungkin mengerjakan strategi ini sendiri, perlu ada komunikasi lebih lanjut dengan stakeholder yang lain, ormas-ormas lain, organisasi-organisasi keagamaan yang lain, juga dengan partai-partai politik,” kata dia.
Tak cukup dilakukan hanya melalui pesan-pesan di dunia maya, menurutnya harus secara nyata di lapangan agar pesan-pesan tersebut dapat diinternalisasi dengan baik oleh warga.
“Insya Allah ke depan NU akan lebih intensif di dalam mendorong strategi untuk kepentingan ini dan kami berharap bahwa ke depan aka nada kerja sama yang lebih erat dengan semua stakeholder yang ada. Kalau nanti Kemendagri bisa menjalankan peran sebagai lokomotif dari strategi ini, saya kira juga akan sangat membantu,” pungkasnya. (Kompascom)
Posting Komentar untuk "Sentimen Politik Identitas pada Pemilu 2024, PBNU: Bukan Upaya yang Mudah"