Post ADS 1

Sukatani: Punk, Perlawanan, dan Identitas di Balik Topeng

Sukatani: Punk, Perlawanan, dan Identitas di Balik Topeng
Sukatani: Punk, Perlawanan, dan Identitas di Balik Topeng

Kabaran Jabar, - Sebuah band punk bernama Sukatani kini tengah menjadi sorotan di media sosial. Mereka viral berkat lagu berjudul Bayar Bayar Bayar, yang sempat menuai kontroversi hingga akhirnya dihapus dari berbagai platform. Namun, bukan hanya lagunya yang menarik perhatian—aksi panggung mereka yang khas dengan topeng juga menimbulkan rasa penasaran.

Klarifikasi dan Kontroversi


Sukatani mulai ramai diperbincangkan setelah dua personelnya, AL dan Ovi, merilis video klarifikasi pada Kamis (20/2/2025). Dalam video tersebut, mereka menyampaikan permintaan maaf kepada Kapolri dan institusi kepolisian, menegaskan bahwa lagu mereka bukan serangan terhadap kepolisian secara keseluruhan, melainkan kritik terhadap oknum yang menyalahgunakan wewenang.


Meskipun lagu tersebut dihapus dari platform resmi mereka, kontroversinya justru membuat Sukatani semakin dikenal luas. Banyak yang mendukung sikap mereka sebagai bentuk kebebasan berekspresi, sementara yang lain menganggap langkah mereka sebagai tindakan kompromi.


Asal Usul Topeng Sukatani


Selain lagunya yang penuh kritik sosial, ciri khas lain dari Sukatani adalah topeng yang selalu mereka kenakan saat tampil. Topeng ini bukan sekadar aksesori, melainkan simbol perlawanan dan kebebasan berekspresi. Dalam beberapa wawancara, mereka menyebut bahwa penggunaan topeng adalah bentuk anonimitas yang memungkinkan pesan mereka lebih didengar tanpa terjebak dalam citra individu.


Topeng juga menjadi representasi dari suara-suara yang selama ini dibungkam. Dengan menutup wajah, mereka ingin menunjukkan bahwa siapa pun bisa menyuarakan ketidakadilan tanpa takut terhadap identitas pribadi.


Masa Depan Sukatani


Setelah kontroversi ini, Sukatani justru semakin diperhitungkan di skena musik punk. Banyak penggemar yang menunggu karya-karya mereka selanjutnya, bertanya-tanya apakah mereka akan tetap berani menyuarakan kritik sosial atau memilih jalur yang lebih aman.


Satu hal yang pasti, Sukatani telah berhasil menempatkan diri sebagai salah satu band punk yang tidak hanya mengusung musik keras, tetapi juga pesan yang menggugah. Dan siapa tahu, mungkin di balik topeng mereka, masih banyak kejutan yang belum terungkap.


Sukatani: Duo Punk dari Purbalingga yang Mengguncang Skena Musik


Sukatani adalah nama yang kini semakin akrab di telinga pecinta musik punk dan underground di Indonesia. Berasal dari Purbalingga, Jawa Tengah, band ini hanya beranggotakan dua orang: Ovi alias Twister Angel (vokal) dan AI alias Alectroguy (gitar). Meski berformat duo, mereka mampu menciptakan energi yang sama kuatnya dengan band-band punk beranggotakan lebih banyak orang.


Nama, Musik, dan Identitas Sukatani


Nama Sukatani dipilih sebagai representasi desa yang asri dan makmur, mencerminkan akar budaya mereka yang tetap membumi meski membawakan musik yang eksplosif. Secara musikal, mereka terinspirasi dari anarcho-punk era 80-an, dengan sentuhan proto-punk, post-punk, dan new wave. Gaya mereka mengingatkan pada kebisingan yang terkontrol—intens, provokatif, dan tetap memiliki elemen melodi yang khas.


Lirik-lirik yang mereka tulis bukan sekadar rangkaian kata tanpa makna. Album debut mereka, "Gelap Gempita" (Juli 2023), memuat berbagai kritik sosial yang menggugah. Mereka berbicara tentang kegelisahan terhadap situasi di sekitar, menyoroti ketidakadilan, keresahan kelas pekerja, dan absurditas sistem yang mereka hadapi sehari-hari.


Mendobrak Batas Underground


Dalam waktu singkat, Sukatani bukan hanya menjadi perbincangan di skena punk, tetapi juga berhasil menembus festival musik besar seperti Synchronize Fest 2024, Pestapora 2024, Bukan Main, dan Cherry Pop 2024. Tak hanya itu, mereka juga mendapat sorotan dari figur publik seperti Vincent Rompies, yang pernah tertangkap kamera mengenakan merchandise Sukatani—sebuah pengakuan tidak langsung akan daya tarik mereka yang semakin meluas.


Aksi panggung mereka yang unik juga menjadi daya tarik tersendiri. Mengenakan topeng saat tampil, mereka seolah menghapus identitas personal demi membiarkan musik dan pesan mereka berbicara lebih lantang. Ini bukan sekadar gimmick, melainkan simbol dari suara-suara yang selama ini terpinggirkan.


Sukatani dan Masa Depan Punk di Indonesia


Meski baru berdiri sejak Oktober 2022, Sukatani telah membuktikan bahwa punk di Indonesia masih memiliki ruang yang luas untuk berkembang. Mereka bukan hanya sekadar band, tetapi juga representasi dari semangat perlawanan, kebebasan berekspresi, dan kritik terhadap sistem yang mereka anggap tidak adil.


Dengan semakin luasnya perhatian terhadap mereka, pertanyaan selanjutnya adalah: Seberapa jauh Sukatani akan melangkah? Yang jelas, mereka telah meninggalkan jejak yang tak bisa diabaikan dalam sejarah musik alternatif Indonesia.


Aksi Panggung Sukatani: Sayuran, Topeng, dan Sound Eksperimental


Sukatani bukan sekadar band punk biasa. Mereka tidak hanya menyuarakan kritik sosial lewat lirik-lirik tajam, tetapi juga menghadirkannya langsung dalam aksi panggung yang unik dan tak terduga. Dari membagikan sayuran kepada penonton hingga tampil dengan format yang minimalis, mereka sukses menciptakan identitas yang berbeda di skena musik.


Sayuran di Panggung: Simbol Perlawanan dan Kepedulian


Saat band lain membagikan merchandise atau setlist, Sukatani justru memilih sesuatu yang lebih membumi: sayuran. Setiap kali mereka naik panggung, penonton bisa melihat mereka melemparkan hasil bumi seperti kangkung, bayam, atau cabai ke arah crowd. Aksi ini bukan sekadar gimmick, melainkan bentuk solidaritas terhadap isu agraria dan sosial yang mereka angkat dalam musik mereka.


Bagi Sukatani, sayuran adalah simbol perlawanan sekaligus pengingat akan pentingnya ketahanan pangan. Mereka ingin menyampaikan bahwa di tengah modernisasi dan eksploitasi lahan, pertanian tetap menjadi bagian vital dari kehidupan.


Minimalis tapi Bertenaga: Duo dengan Teknologi Digital


Berbeda dari kebanyakan band punk yang mengandalkan formasi penuh, Sukatani tetap mempertahankan format dua orang di atas panggung. Tidak ada drummer atau bassis tambahan—semua instrumen pendukung mereka direkam secara digital dan dimainkan melalui perangkat AI.


Format ini membuat mereka lebih fleksibel dalam bereksperimen dengan suara. Saat live, Alectroguy mengisi gitar secara langsung, sementara Twister Angel bertanggung jawab atas vokal. Mereka juga sering menambahkan synthesizer dan suara rekaman untuk memperkaya atmosfer pertunjukan mereka.


Meski hanya dua orang, energi mereka di atas panggung tetap luar biasa. Dengan gaya bermain yang agresif dan suara yang padat, mereka mampu menghidupkan suasana layaknya band dengan formasi penuh.


Topeng: Identitas atau Anonimitas?


Selain aksi panggung dan format musik yang unik, satu elemen lain yang membuat Sukatani begitu ikonik adalah topeng. Setiap kali tampil, mereka tidak pernah menunjukkan wajah asli mereka.


Topeng ini bukan sekadar gaya, tetapi juga simbol dari kebebasan berekspresi. Dengan menyembunyikan identitas, mereka ingin menekankan bahwa pesan dalam musik mereka lebih penting daripada siapa yang membawakannya. Ini juga menjadi bentuk kritik terhadap budaya selebritas di industri musik, di mana wajah sering kali lebih diperhatikan daripada karya.


Sukatani: Lebih dari Sekadar Band Punk


Dengan sayuran sebagai simbol perlawanan, format duo yang inovatif, dan topeng sebagai identitas, Sukatani telah menciptakan pengalaman panggung yang berbeda dari band-band lain. Mereka tidak hanya menghadirkan musik, tetapi juga pesan sosial yang kuat dalam setiap penampilannya.


Di tengah dominasi musik yang semakin terdigitalisasi, Sukatani membuktikan bahwa punk masih memiliki cara unik untuk bersuara—bukan hanya lewat distorsi gitar, tetapi juga lewat aksi nyata di atas panggung.


Asal Usul Topeng Sukatani: Identitas, Perlawanan, dan Makna di Baliknya


Sebelum identitas mereka terungkap, personel Sukatani selalu tampil mengenakan topeng balaclava, menciptakan aura misteri yang membangun daya tarik tersendiri. Namun, setelah kontroversi lagu Bayar Bayar Bayar mencuat, mereka akhirnya merilis pernyataan resmi yang mengungkap identitas asli mereka: Ovi adalah Novi Citra Indriyati, sementara AI memiliki nama lengkap Muhammad Syifa Al Lutfi.


Meski kini publik sudah mengenal nama mereka, topeng tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Sukatani. Bukan sekadar aksesori panggung, topeng mereka memiliki latar belakang unik yang jarang diketahui banyak orang.


Bukan Balaclava, Melainkan Masker Pekerja


Ketika pertama kali muncul, banyak yang mengira topeng yang dikenakan Sukatani adalah balaclava, yang sering diasosiasikan dengan gerakan politik tertentu atau kelompok punk radikal seperti P*ssy Riot. Namun, berdasarkan berbagai sumber, topeng yang mereka gunakan sebenarnya adalah masker kerja yang umum dipakai oleh para tukang bangunan di timur laut Thailand.


Masker ini awalnya digunakan sebagai pelindung dari debu dan panas terik saat bekerja di proyek konstruksi. Namun, bagi Sukatani, masker tersebut memiliki makna yang lebih dalam. Mereka memilihnya sebagai simbol identitas kelas pekerja, bentuk solidaritas dengan buruh kasar, serta cara mereka untuk menyuarakan ketimpangan sosial yang sering kali mereka angkat dalam lagu-lagu mereka.


Topeng sebagai Simbol Perlawanan


Selain sebagai bentuk solidaritas, topeng juga menjadi manifestasi dari semangat perlawanan. Dengan menyembunyikan wajah, mereka ingin menegaskan bahwa musik mereka lebih penting daripada identitas personal. Ini adalah cara mereka untuk melawan budaya selebritas di industri musik, di mana citra sering kali lebih diperhatikan daripada pesan yang ingin disampaikan.


Lebih jauh lagi, topeng ini juga mencerminkan ketakutan dan kegelisahan kolektif yang mereka suarakan dalam lagu-lagu mereka. Dengan menutupi wajah, mereka merepresentasikan ribuan orang yang merasa tertindas tetapi tidak memiliki ruang untuk berbicara.


Topeng dan Masa Depan Sukatani


Meskipun kini publik sudah mengetahui siapa mereka, Sukatani tetap mempertahankan topeng sebagai bagian dari identitas panggung mereka. Bagi mereka, topeng bukan hanya penutup wajah, tetapi simbol dari suara-suara yang selama ini tidak terdengar.


Di tengah gempuran industri musik yang semakin mengarah ke estetika visual dan personal branding, Sukatani tetap bertahan dengan identitas yang mereka bangun sendiri—anonim, lantang, dan tak terikat oleh aturan mainstream. Mereka membuktikan bahwa punk bukan hanya soal musik, tetapi juga soal pesan, perlawanan, dan solidaritas.


(Ayo ikuti saluran WhatsApp Kabaran Jabar Portal Informasi biar enggak ketinggalan update)

Pewarta: Mas Bons
Editor: Warsono

Posting Komentar untuk "Sukatani: Punk, Perlawanan, dan Identitas di Balik Topeng"