Kabaran Jabar, - Lembaga Swadaya Masyarakat Koordinat Masyarakat Pejuang Aspirasi (LSM KOMPAS) mendukung penuh langkah-langkah pemajuan, pembangunan dan pembenahaan serta penataan Kota Cimahi.
Sebagai bentuk kepedulian serta dukungan dimaksud, kami menganggap perlu menyampaikan sikap kritis terhadap argumentasi perihal wacanaa Pemerintah Kota Cimahi yang disampaikan oleh Wakil Wali Kota terkait pembangunan Teras Sriwijaya sebagai tempat relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan Pasar Antri Baru.
Meskipun pernyataan tersebut masih sebatas wacana ataupun niatan, namun pernyataan tersebut memunculkan pertanyaan serius karena menyebutkan bahwa bangunan akan didirikan di atas aliran Sungai Cimahi dan diucapkan oleh Wakil Wali Kota Cimahi.
Dalam kajian awal yang dilakukan oleh Tim Analisis Kebijakan Publik LSM KOMPAS yang dikoordinatori oleh Fajar Budhi Wibowo, menemukan sejumlah potensi persoalan krusial baik dari sisi regulasi, dampak lingkungan, maupun aspek perencanaan tata ruang.
“Bangunan di atas sungai, meskipun atas nama penataan kota, tidak boleh melanggar hukum yang lebih tinggi. Ada aturan yang tegas menyebutkan larangan pendirian struktur non-prasarana air di badan sungai,” ujar Fajar.
Diduga Berpotensi Langgar Beberapa Aturan Nasional
Berdasarkan kajian tersebut, pembangunan Teras Sriwijaya berpotensi melanggar:
UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, yang melarang pembangunan bangunan umum di badan sungai.
PP No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai, yang mengatur bahwa hanya prasarana teknis tertentu yang diperbolehkan berdiri di atas sungai.
Permen PUPR No. 28 Tahun 2015 tentang Garis Sempadan Sungai, yang mewajibkan jarak minimal 10 meter dari tepian sungai dalam kawasan perkotaan.
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, jika lokasi pembangunan tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cimahi.
Selain aspek hukum, LSM KOMPAS juga menyoroti belum adanya keterlibatan lembaga teknis seperti institusi dan dinas terkait, yang memiliki kewenangan pengelolaan sungai, serta belum adanya kajian dampak lingkungan seperti AMDAL dan sejenisnya yang seharusnya menjadi syarat awal kegiatan. Terlebih wilayah tersebut beririsan dengan wilayah milik TNI AD.
Potensi Banjir dan Beban Sosial
Bangunan yang menutup aliran sungai atau mempersempit badan air dapat meningkatkan risiko banjir, terutama dalam konteks Cimahi yang secara topografis berada di wilayah dengan curah hujan tinggi. Selain itu, rencana relokasi PKL tanpa forum konsultasi publik juga dikhawatirkan akan menimbulkan resistensi sosial.
“Penataan PKL harus mengedepankan dialog dan keadilan spasial. Jangan sampai penataan hanya demi estetika, tapi merugikan kelompok rentan,” lanjut pernyataan LSM KOMPAS.
LSM KOMPAS Ajukan Permintaan Informasi Publik Resmi
Sebagai tindak lanjut, LSM KOMPAS akan:
Meminta informasi publik kepada Pemkot Cimahi terkait dokumen atas wacana atau perencanaan proyek Teras Sriwijaya.
Melayangkan surat terbuka kepada institusi dan OPD terkait di Kota Cimahi maupun provinsi .
Menggelar diskusi publik terbuka bersama elemen masyarakat sipil, akademisi, dan perwakilan komunitas PKL serta stakeholders.
“Kami tidak anti pembangunan, kami justru mendukung dan menyambut baik langkah, upaya juga rencana yang berkaitan dengan pemajuan Kota Cimahi. Tapi, mendukung pemerintahan bukan berarti diam saat ada potensi penyimpangan. Karena kami meyakini bahwa pembangunan harus tunduk pada hukum, berpihak pada lingkungan, dan menjamin keadilan sosial. Kami pun yakin pemerintah Cimahi tidak anti kritik,” tegas Koordinator Umum LSM KOMPAS.***
Hasil Analisis Sederhana Koordinat Masyarakat Pejuang AspirasiTerhadap Rencana Teras Sriwijaya:
Bangunan di Atas Sungai Diduga Langgar Regulasi
LSM KOMPAS mengkritisi wacana pembangunan Teras Sriwijaya yang akan dibangun di atas Sungai Cimahi. Meskipun ide ini dimaksudkan sebagai solusi relokasi PKL dari Pasar Antri Baru, namun secara legal dan ekologis, rencana ini dinilai berisiko tinggi.
Wakil Wali Kota Cimahi memang melemparkan gagasan ini sebagai inovasi kota, namun LSM KOMPAS melihat sejumlah kejanggalan serius: tidak ada kajian teknis, belum melibatkan institusi pengelola sungai seperti BBWS Citarum, dan berpotensi melanggar berbagai regulasi nasional soal tata ruang, sempadan sungai, dan perlindungan lingkungan.
Teras Sriwijaya bukan sekadar wacana estetik—ia bisa jadi preseden buruk tata kelola ruang kota. Bangunan di atas sungai melampaui batas sempadan, rentan menimbulkan banjir, mencemari aliran air, dan bisa berujung pada pemborosan anggaran publik. Belum lagi relokasi PKL yang berpotensi tanpa partisipasi publik, menciptakan resistensi sosial.
Alih-alih memaksakan proyek ini, LSM KOMPAS mendorong Pemerintah Kota Cimahi untuk melakukan kajian ulang menyeluruh, menyusun forum partisipatif warga, dan mengeksplorasi alternatif yang ramah ekologi—seperti taman lintas air, panggung budaya terbuka, atau galeri edukasi air.
Kota yang kuat bukan dibangun di atas sungai, melainkan di atas dasar hukum, partisipasi publik, dan kesadaran ekologis.
Untuk informasi lebih lanjut: Fajar Budhi Wibowo, M.Si.
Koordinator Umum LSM KOMPAS
Email: koordinatkompas@gmail.com | WA: 0857 9586 1888
Pewarta: red
Editor: Warsono
Ikuti saluran Kabaran Jabar Portal Informasi di WhatsApp:
0Komentar