Kabaran Jabar, - Di tengah riuhnya pasar tradisional yang kerap dianggap usang dan tersisih, sebuah karya film justru menyita perhatian dan menghidupkan kembali denyut budaya lokal.
Film berjudul “Jurig Kasbon” garapan Ceu Edoh, bukan hanya berhasil mencuri perhatian warga Cimahi, tapi juga mengusik kesadaran para pengambil kebijakan—salah satunya Barkah Setiawan, anggota DPRD Kota Cimahi Komisi IV.
Menurut Barkah, “Jurig Kasbon” bukan sekadar tontonan yang ringan dan menghibur. Di balik lelucon khas Sunda dan adegan-adegan jenaka, tersembunyi cermin kehidupan masyarakat yang begitu nyata.
Tentang utang-piutang, pinjaman online (pinjol), hingga fenomena bank emok yang kian menggurita di lingkungan masyarakat kelas bawah.
“Kalau dicermati baik-baik, film ini punya pesan moral yang kuat. Isu yang diangkat sangat relevan dengan kehidupan masyarakat Cimahi hari ini,” ujar Barkah, saat menghadiri pemutaran film di Pasar Cimindi, Selasa (13/05/25).
Barkah meyakini, karya seperti ini sejalan dengan visi Pemerintah Kota Cimahi yang tengah menaruh perhatian serius pada persoalan sosial akar rumput. Ia pun berharap, film “Jurig Kasbon” dapat menjadi pemantik bagi pemerintah untuk menghadirkan solusi konkret bagi masyarakat yang terjerat dalam lingkaran utang.
Namun sayangnya, di balik antusiasme terhadap film lokal ini, terselip ironi yang cukup memukul: Kota Cimahi saat ini tak memiliki bioskop.
“Dulu Cimahi punya bioskop seperti Misbar, Cidun, Rio... Sekarang kosong. Akhirnya, Ceu Edoh pun harus bergerilya dari pasar ke pasar demi memutar film ini,” kata Barkah lagi.
Menariknya, pendekatan “pasar ke pasar” yang dilakukan Ceu Edoh justru disambut hangat oleh masyarakat. Bahkan, Kepala UPTD Pasar Cimahi, Andri Gunawan, menyebut langkah ini sebagai terobosan cerdas yang secara tidak langsung ikut mempromosikan pasar tradisional di era persaingan digital yang ketat.
“Di zaman serba online, pasar tradisional sering dianggap kuno. Padahal, film seperti ‘Jurig Kasbon’ membuktikan bahwa pasar masih punya daya hidup yang unik,” jelas Andri.
Menurutnya, pemutaran film ini membawa suasana nostalgia yang hangat—mengajak warga kembali berbondong-bondong ke pasar, tak sekadar untuk belanja, tapi juga untuk bertemu, tertawa, dan merenung bersama.
Ceu Edoh dengan caranya yang sederhana, telah membuktikan bahwa budaya dan edukasi bisa hadir dalam wujud hiburan rakyat, dan pasar tradisional bisa menjadi layar lebarnya.
Dan mungkin, di era sekarang, kita memang butuh lebih banyak “jurig” seperti ini—yang mampu menyadarkan, bukan menakut-nakuti. (Bd20)
Ikuti saluran Kabaran Jabar Portal Informasi di WhatsApp:
0Komentar