Kabaran Jabar, - Alokasi anggaran kecamatan di Kabupaten Bogor yang mencapai Rp305 miliar untuk 40 kecamatan kembali menjadi sorotan publik. Dengan rata-rata anggaran sekitar Rp7–8 miliar per kecamatan per tahun, masyarakat mempertanyakan mengapa kualitas pelayanan publik masih menunjukkan ketimpangan yang nyata antar wilayah.
Di atas kertas, besaran anggaran tersebut dinilai cukup untuk mendukung pelayanan administratif dasar. Namun di lapangan, warga justru merasakan perbedaan mencolok antara kecamatan yang berada di wilayah perkotaan dan kecamatan di daerah pinggiran.
Kesenjangan Nyata Antar Wilayah
Hasil penelusuran menunjukkan, kecamatan di kawasan perkotaan dan wilayah penyangga pusat pemerintahan kabupaten umumnya telah didukung oleh:
Jumlah aparatur yang relatif lengkap
Tata kelola administrasi lebih rapi
Pemanfaatan layanan digital yang mulai berjalan
Sebaliknya, kondisi berbeda masih dirasakan warga di kecamatan wilayah barat, selatan, hingga daerah pegunungan. Sejumlah persoalan yang kerap ditemui antara lain:
Kekurangan petugas pelayanan
Jam layanan yang tidak konsisten
Proses administrasi masih manual
Warga harus bolak-balik hanya untuk satu jenis layanan
Padahal, secara struktur anggaran, besaran dana antar kecamatan tidak menunjukkan perbedaan signifikan, kecuali pada komponen teknis tertentu.
Waktu Pelayanan Jadi Tolok Ukur Ketimpangan
Perbedaan kualitas pelayanan semakin terlihat dari durasi pengurusan administrasi. Di kecamatan perkotaan, layanan dasar seperti surat keterangan atau administrasi kependudukan dapat selesai dalam satu hari kerja. Sementara di wilayah pinggiran, proses serupa bisa memakan waktu dua hingga empat hari, bahkan lebih lama jika pejabat terkait tidak berada di tempat.
Fakta ini mempertegas bahwa besarnya anggaran belum otomatis berbanding lurus dengan kecepatan dan mutu pelayanan publik.
Anggaran Masih Didominasi Belanja Rutin
Penelusuran terhadap pola penggunaan anggaran menunjukkan, hampir seluruh kecamatan masih mengandalkan belanja rutin, seperti:
Belanja pegawai
Operasional kantor
Kegiatan administratif dan seremonial
Sementara anggaran yang secara langsung berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan—seperti digitalisasi layanan, peningkatan kapasitas SDM, dan inovasi pelayanan—masih terbatas dan tidak merata antar wilayah.
Minim Transparansi Kinerja Kecamatan
Hingga kini, belum tersedia publikasi terbuka mengenai peringkat kinerja pelayanan antar kecamatan yang dapat diakses masyarakat. Tanpa indikator jelas—seperti waktu layanan, tingkat kepuasan warga, atau jumlah pengaduan—evaluasi penggunaan anggaran sulit dilakukan secara objektif.
Akibatnya, kecamatan dengan kualitas pelayanan rendah dan kecamatan dengan kinerja lebih baik tetap menerima alokasi anggaran dengan pola yang hampir sama setiap tahunnya.
Risiko Ketidakadilan Anggaran
Pengamat kebijakan publik menilai, tanpa pendekatan anggaran berbasis kinerja dan karakteristik wilayah, ketimpangan pelayanan akan terus berulang.
“Kecamatan dengan wilayah luas dan medan sulit seharusnya mendapat perlakuan anggaran yang berbeda. Jika tidak, pelayanan publik di wilayah tersebut akan terus tertinggal,” ujar salah satu pengamat tata kelola pemerintahan daerah.
Dorongan Evaluasi Terbuka
Dengan anggaran ratusan miliar rupiah, masyarakat mendorong Pemerintah Kabupaten Bogor bersama DPRD untuk:
Membuka data realisasi anggaran tiap kecamatan
Menyusun indikator kinerja pelayanan publik
Mengaitkan anggaran dengan capaian layanan, bukan sekadar serapan
Tanpa langkah korektif tersebut, anggaran kecamatan dikhawatirkan hanya menjadi rutinitas birokrasi tahunan, bukan instrumen pemerataan pelayanan.
Publik Menanti Perubahan Nyata
Anggaran Rp305 miliar semestinya mampu menghadirkan pelayanan publik yang setara, baik di pusat kota maupun wilayah pinggiran. Namun hingga kini, jurang kualitas pelayanan antar kecamatan di Kabupaten Bogor masih menjadi pekerjaan rumah besar yang menunggu jawaban nyata dari kebijakan anggaran daerah. (Poy)
Ikuti saluran Kabaran Jabar Portal Informasi di WhatsApp:



0Komentar