DomaiNesia

Sistem Zonasi, Peserta Didik Baru Banyak Masalah

Sistem Zonasi, Peserta Didik Baru Banyak Masalah / Foto: Istimewa
Kabaran Bekasi, - Sistem zonasi Peserta Didik Baru (PPDB) banyak masalah. Tak sedikit orang tua murid yang pusing bukan kepalang dengan sistem ini.

Bahkan, PPDB online di Kota Bekasi, Jawa Barat justru mengalami kisruh. Selain kesulitan mengakses, sabotase pada jalur zonasi kerap menjadi pemicu carut marut PPDB online.

Terakhir, salah seorang orang tua murid tak bisa membendung emosinya dan mengamuk di depan SMAN 2 Bekasi, Kayuringin Jaya, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat. Pria bernama Budi Ariyanto itu emosi lantaran sang anak tak lolos jalur zonasi, padahal rumahnya berdekatan dengan sekolah.

Budi yang datang seorang diri, meluapkan amarahnya atas hasil PPDB SMAN 2 Bekasi yang dinilai banyak kecurangan. Warga Kampung Kayuringin RT 05 RW 16 itu tak terima anaknya gugur sistem zonasi, sementara sejumlah anak yang rumahnya lebih jauh, dinyatakan lolos.

"Anehnya, anak-anak yang diterima hari ini melalui jalur zonasi adalah yang jelas-jelas rumahnya 60 sampai 100 meter di belakang rumah saya, bahkan ada yang lebih jauh lagi. Anak-anak itu nantinya kalau mau bersekolah lewat depan rumah saya. SMA 2 kan di ujung sana, ibaratnya di depan mata, kenapa anak saya ditolak," katanya, Kamis (13/7/2023).

Budi menuturkan, telah terjadi dugaan kecurangan atas pendaftaran anaknya yang dilakukan pihak sekolah. Sang anak yang sudah jauh-jauh mendaftar online, baru diklarifikasi pihak sekolah pada H-1 pengumuman seleksi.

"Dari tanggal 26 Juni sudah mendaftar di SMA Negeri 2. Namun, sampai H-1 PPDB online, baru di klik oleh pihak sekolah. Nah, ini menjadi suatu pertanyaan bagi saya. Teman-temannya yang lain itu dari jauh-jauh hari sudah diklarifikasi pendaftarannya, kenapa anak saya di H-1 baru dibuka, baru ketahuan anak saya tereliminasi," paparnya.

Keanehan lain juga diungkapkan Budi. Ia mengaku ketika anaknya mengajukan pendaftaran, jarak antara rumahnya ke SMAN 2 Bekasi tertera 623 meter. Namun, usai diklarifikasi pihak sekolah, jaraknya berubah menjadi 781 meter.

"Saya membuat pernyataan di atas meterai, bahwa jarak koordinat anak saya adalah 623 meter. Namun, tiba-tiba ada informasi dari pihak sekolah yang sudah diverifikasi operator, jaraknya itu berubah menjadi 781 meter. Kita tidak dikonfirmasi lagi. Namun, ada beberapa anak yang dikonfirmasi dan jaraknya itu diubah menjadi jarak terdekat," ungkapnya.

Budi menyebutkan, hasil seleksi zonasi PPDB SMAN 2 Bekasi mencatat jarak terjauh, yaitu 705 meter. Ia pun merasa janggal karena jarak tersebut menjadi acuan pada sistem zonasi setiap tahunnya.

"Sekarang logikanya begini, apakah setiap tahun ada angka kelahiran di 700 meter ini? Setiap tahun lahir anak-anak yang jaraknya setahun-setahun? Ini kan suatu hal yang tidak mungkin kecuali ada kecurangan, ada indikasi kejahatan yang dilakukan, beda alamat dan lain-lain," keluhnya.

Kecurigaan Budi pun menguat, ketika ada calon siswa yang juga tetangganya, mengaku tidak lolos jalur zonasi. Namun, kedua temannya yang bukan warga Kayuringin, justru lolos.

"Tapi tiba-tiba ketika teman-teman mau wawancara, ada pernyataan dari orangtua yang mengatakan anaknya diterima di SMA tersebut melalui jalur prestasi. Sedangkan jalur prestasi sudah ditutup karena itu jalur pertama di tahap awal. Tahap kedua adalah zonasi," jelas Budi.

"Kenapa ketika zonasi, juga ditolak, (padahal) dia bisa masuk melalui jalur prestasi. Nah usut punya usut, katanya dibantu oknum orang KONI, seperti itu. Sekarang orangtua mana yang tak sedih ketika anak tidak diterima sementara teman-temannya diterima. Jadi kita sebagai orangtua merasa miris dengan kejadian seperti ini," ujar dia.

Budi menyampaikan dirinya sudah pernah meminta klarifikasi dari pihak SMAN 2 Bekasi. Namun, saat datang memenuhi undangan, ia mengaku diabaikan dan ditinggalkan begitu saja oleh pihak sekolah.

Menurutnya, pernah ada kasus serupa pada PPDB SMAN 2 Bekasi tahun lalu. Kala itu terdapat tiga siswa dari satu sekolah yang mendaftar jalur zonasi, dengan masing-masing rumah beralamat di Perumnas 2, Bintara dan Gang Banteng.

"Tapi yang rumahnya di Perumnas 2 tidak diterima, malah yang di Gang Banteng dan Bintara ini yang diterima," akunya.

Budi menegaskan dirinya akan terus memperjuangkan nasib sang anak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah negeri. Terlebih sekolah negeri, berdasarkan zonasi menjadi prioritas bagi masyarakat sekitarnya.

"Namun nyatanya yang terjadi adalah yang terdekat malah yang tersingkir, yang jauh-jauh itu yang masuk. Kami sebagai orangtua akan melawan ini, kami akan melakukan investigasi dan akan mencari anak per anak. Kami akan buktikan, bahwa ada kejahatan yang terjadi di sekolah ini dan kami akan ambil langkah hukum," tegas dia.

Budi pun berharap Pemerintah Provinsi bersama dinas terkait bersikap tegas dalam memberantas pelanggaran sistem PPDB online, tak terkecuali di SMAN 2 Bekasi.

"Gubernur Jawa Barat dan disdik provinsi harus bersikap tegas dan melakukan sanksi tegas terhadap oknum-oknum yang jelas-jelas mencoreng nama baik pemerintah provinsi dalam hal PPDB. Dan saya nyatakan, bahwa penerimaan PPDB online di SMAN 2 sangat bobrok," pungkasnya.

Orang Tua Murid Ukur Sendiri Jarak Rumah ke Sekolah

Selain Budi, seorang orang tua siswa di Tangerang bahkan mengukur sendiri jarak sekolah dari rumahnya. Hal ini dilakukan usai anaknya dinyatakan gagal masuk Penerimaan Siswa Didik Bari (PPDB) SMA jalur zonasi.

Ulah nyeleneh pria tersebut pun viral dan ramai dibicarakan di media sosial.

Dalam video terlihat pria tersebut menggunakan meteran manual, mengukur jalan dari gerbang sekolah, menuju lokasi rumahnya yang disebutnya dekat dari lokasi sekolah.

Dalam video itu terlihat, wali murid itu, mencari-cari alamat rumah siswa bernama S, benarkah di daerah tersebut. Namun, warga tidak ada yang mengetahui.

Pihak SMA Negeri 5 Kota Tangerang, angkat bisa terkait dengan sistem zonasi pada proses pendaftaran PPDB yang sempat diprotes pria yang mengaku sebagai wali murid tersebut.

Humas SMA Negeri 5 Kota Tangerang, Friantha Rukmawan mengatakan, terkait dengan titik zonasi, secara sistem titik tersebut berada di area tengah lapangan. Secara garis perhitungan, sistem sesuai dengan Juknis yang ada, akan menarik lurus titik koordinat dengan rumah calon murid, bukan diukur secara manual.

"Jadi, untuk kasus yang kemarin, kami meluruskan, bila pendaftaran ini melalui sistem, bukan dari kami, dan sistemnya online. Begitupun dengan pengukuran jarak yang ditentukan sistem. Dalam hal ini, titik tengah koordinat pada PPDB zonasi di SMA Negeri 5 Kota Tangerang, ada di area tengah lapangan, bukan dari gerbang depan sekolah," katanya, kepada awak media, Jumat, 14 Juli 2023.

Kemudian, terkait dengan adik dari wali murid Ayip Adam yang tidak masuk dalam sistem zonasi, berdasarkan perhitungan sistem yang ditarik lurus dari titik koordinat menuju rumahnya, memiliki jarak 467 meter.

"Yang bersangkutan hitung berdasarkan google maps, dan meteran, yang dikatakannya berjarak 412 meter. Namun memang, kalau sistem zonasi yang dihitung melalui aplikasi dari Provinsi, itu jaraknya 467 meter yang mana secara otomatis terlempar dari kuota zonasi kami," ujarnya.

Menurutnya, jika memang pada saat proses PPDB berlangsung wali murid mau merubah titik koordinat letak rumah dan sekolah, itu bisa saja dilakukan. Dengan cara mendatangi sekolah, lakukan pengajuan pembatalan atau ubah titik koordinat, lalu pihak sekolah akan membatalkan proses pendaftaran, untuk kemudian wali murid bisa melakukan pembetulan titik koordinat jarak dari rumah ke sekolah.

Lanjut dia, terkait dengan tudingan siswa inisial S, yang berjarak 59 meter dari sekolah dan tidak diketahui tidak ada keberadaannya, hal tersebut dibantah pihak sekolah dan tidaklah benar.

"Soal itu ada alamatnya ada tepat di belakang sekolah, tembok rumah orang tua S ini, berdempetan dengan Musalah sekolah kami. Jadi, Ditarik garis lurus dari titik koordinat di tengah lapangan ke rumahnya menggunakan aplikasi, jaraknya memang 59 meter dan ada rumahnya. Kemarin itu tidak ketemu rumahnya, karena yang bersangkutan salah cari alamat, bukan di lokasi yang sebenarnya," ungkapnya.

Orang Tua Murid Mengeluh Langsung di Instagram Nadiem Makarim

Keluhan orang tua murid soal sistem zonasi juga ada di kolom komentar instagram Nadiem Makarin. Ia diminta untuk menghapus sistem zonasi SD.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim saat rapat dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Rapat membahas penghapusan Ujian Nasional (UN) pada 2021 dan sistem zonasi. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Deretan keluhan itu dituangkan di kolom komentar unggahan Nadiem Makarim pada Senin, 19 Juni 2023. Salah satu komentar yang cukup panjang disampaikan berisi beragam keluhan terkait dengan sistem pendidikan yang diterapkan saat ini.

"Banyak yg komplen, banyak yg tdk puas. Harusnya ini jadi pertimbangan buat pemerintah untuk tdk melanjutkan program yg sangat tdk mendukung kemajuan pendidikan. Ini bukan kata sy yah, tp banyak org. Kembalikan sistem ranking, hapus sistem zonasi, kls 1 SD fokus belajar baca, tulis & dikte," tulis akun @yuliantisabang.

Ia juga menuliskan soal untuk mengembalikan lagi budaya membaca bergiliran dan dikte di sekolah, masuk SMP hingga universita berdasakan NEM dan seleksi.

"Biar anak-anak semangat juangnya tumbuh," lanjutnya.

"PR itu baik kok, tujuannya untuk melatih tanggung jawab & disiplin, jgn ditiadakan. Bapak tau ngga, pelajaran kls 1 skrg susah, tp anak-anak bnyak yg ngga bs baca. Nilai rendah-rendah, kebanyakan nilai yg muncul nilai hasil sihir gurunya. Jgn terlalu memanjakan mental anak pak. Karena ke depan, tantangan makin besar," tambah akun tersebut.

Warganet juga menyebut anak-anak, mental, dan jiwa kompetitif harus dilatih untuk siap. "Disiplin dan tanggung jawab mereka harus dilatih," ungkapnya.

Warganet lainnya menyambung, "Hapus jalur zonasi kalopun tetep ada harusnya lebih kecil daripada jalur prestasi, nah ini kebalik, zonasi 50% prestasi cuma 20 bahkan ada yg 10%, gak lucu kan yg nilainya lebih rendah malah dapet sekolah negeri sedangkan yg belajar mati-matian dan nilainya tinggi malah gak keterima karena kuota nya cuma dikit dan ujung-ujungnya sekolah di swasta."

DPR Bakal Panggil Nadiem Makarim

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan meminta penjelasan ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim terkait polemik sistem zonasi PPDB.
Perlu diketahui, pada seleksi PPPK 2022, jumlah usulan formasi dari pemda sangat minim, yakni sekitar 300 ribuan, dari kebutuhan 1 juta guru PPPK. Hasilnya, hanya 250.432 guru honorer dinyatakan lulus pasca-sanggah PPPK 2022. (Liputan6.com/Faizal Fanani)
"Kita akan minta penjelasan dari Kemendikbud, opini mereka seperti apa. Saya berdiri pada posisi akan minta minta dilakukan revisi perbaikan-perbaikan terhadap lubang-lubang sistem PPDB," kata Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (13/7/2023).

Huda menilai, Nadiem harus turun tangan langsung dan memimpin Satgas PPDB sendiri untuk mengurai sengkarut zonasi.

"Saya minta Mas Menteri Nadiem sendiri yang memimpin Satgas PPDB. Tadinya (panggil) hari ini, kebetulan Mas Nadiemnya cuti," kata Huda.

Selama ini, Huda menilai Satgas PPDB tidak efektif bekerja, sehingga kasus kecurangan zonasi bertahun-tahun masih berulang.

"Kalau Kemendikbud dengan satgas PPDB-nya efektif bekerja di lapangan, memitigasi berbagai persoalan, saya merasa sebenarnya masalahnya bisa diurai," kata Huda.

Huda mengingatkan, penerapan sistem PPDB sudah berjalan selama 5 tahun dan seharusnya berjalan lancar. Namun, kenyataannya saat ini masih ditemukan banyak pemalsuan alamat, salah satunya kasus PPDB di Bogor.

"Satgas PPDB ini setahu saya sudah dibentuk sejak 2018 melalui joint MoU antara Kemendikbud dengan Kemendagri. Peristiwa Kang Bima Bogor, adanya modus pembuatan domisili baru, itu bayangan saya tidak perlu terjadi di 2023. Ketika Satgas PPDB sejak dari awal melakukan evaluasi dan sejak awal ada terapinya, oh tahun 2021 ditemukan ada fenomena pembuatan domisili baru banyak," pungkas Huda.

Diminta Tinjau Ulang Sistem Zonasi PPDB

Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani meminta pemerintah untuk meninjau kebijakan sistem zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB). Pernyataan ini disampaikannya menyusul adanya persoalan manipulasi data bagi calon siswa peserta didik baru yang mencuat di berbagai daerah.

Menurut Muzani, kebijakan zonasi PPDB yang diberlakukan memang awalnya bertujuan baik untuk pemerataan sekolah favorit. Namun, implementasi di lapangan justru menimbulkan persoalan. Itu sebabnya, dia meminta agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk meninjau ulang kebijakan tersebut.

"Sejak 2017 kebijakan ini dikeluarkan dalam pandangan kami belum ada suatu terobosan kebijakan kementerian pendidikan yang signifikan untuk menyempurnakan kebijakan ini," kata Muzani dalam keterangannya, Selasa (11/7/2023).

"Maka kami mohon dengan hormat kementerian pendidikan dan kebudayaan untuk mendengarkan semua ini sebagai sebuah keluhan orang tua didik, kerisauan masyarakat, dan calon siswa. Kalau perlu menurut kamis kebijakan ini ditinjau ulang," sambungnya.

Ketua Fraksi Gerindra DPR RI menjelaskan, persoalan yang muncul adalah masifnya manipulasi Kartu Keluarga (KK) sebagai salah satu syarat utama untuk mendaftat ke sekolah tujuan.

Misalnya, calon siswa melakukan migrasi domisili lewat Kartu Keluarga (KK) ke wilayah dekat sekolah yang dinilai favorit atau unggulan oleh orang tua.

Kemudian Keterbatasan daya tampung dan jumlah sekolah negeri membuat berbagai sekolah negeri tersebut kelebihan calon peserta didik baru (CPDB).

Masalah Sistem Zonasi PPDB

Lalu, sekolah kekurangan siswa, jual beli kursi, dan tidak ditertampungnya siswa jalur aspirasi dalam satu zonasi di sekolah negeri. Muzani berharap, pemerintah tak ragu untuk menarik kebijakan PPDB ini seperti yang sudah dilakukan sebelumnya terkait ditiadakannya Ujian Nasional (UN).
"Artinya masalah PPDB ini justru menimbulkan ketidakadilan dan menjadi masalah hari-hari ini. Kalau pemerintah tempo hari tentang Ujian Nasional saja sesuatu yang begitu lama menjadi persoalan. Kalau soal baik semua kebijakan pendidikan pasti maksudnya bagus Ujian Nasional pun maksudnya bagus. Tapi kan selalu menimbulkan ekses dan masalah-masalah dan masalah, akhirnya pemerintah mengambil keputusan menarik penyelenggaraan ujian nasional," jelas Muzani.

"PPDB ini maksudnya juga bagus untuk pemerataan sekolah yang lebih baik, tapi menimbulkan ekses dan seterusnya, sampai kemudian calon siswa yang merasa ingin masuk ke sekolah itu dia harus manipulasi data alamat dan seterusnya, ini kan jadi nggak sehat suasana ini. Sebaiknya pemerintah menurut saya nggak usah ragu tarik kembali tarik kebijakan ini untuk dilakukan evaluasi dan dilakukan penyempurnaan," tutup Wakil Ketua MPR RI ini.

Sumber: Liputan6.com

Posting Komentar untuk "Sistem Zonasi, Peserta Didik Baru Banyak Masalah"

https://jabar.kabaran.id/?m=1
https://jabar.kabaran.id/?m=1