Resistensi Antimikroba Jadi Perhatian Global |
Kabaran Bandung, - Resistensi antimikroba (AMR) menjadi perhatian global karena dapat menyebabkan meningkatnya kesakitan, penyebaran penyakit, dan kematian akibat infeksi bakteri yang resistan terhadap antimikroba.
Lebih dari 4,9 juta orang diperkirakan meninggal pada 2019 karena infeksi bakteri yang resistan terhadap antibiotik.
Pemanfaatan antimikroba yang berlebihan, termasuk dalam pertanian, dapat merugikan produksi, mata pencaharian, dan ketahanan pangan.
FAO menyatakan bahwa jika tidak ditangani, AMR dapat mendorong lebih dari 24 juta orang ke dalam kemiskinan ekstrem dan meningkatkan kelaparan serta kekurangan gizi.
Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi AMR melalui kebijakan dan program, termasuk Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba Tahun 2020-2024.
Dukungan penuh dari berbagai kementerian dan lembaga, serta dukungan dari lembaga internasional seperti FAO, UNEP, WHO, dan WOAH, menjadi kunci dalam penanganan AMR secara komprehensif.
Pentingnya peran organisasi profesi kesehatan dan asosiasi dalam menanggulangi resistensi antimikroba di Indonesia juga diakui.
Dengan melibatkan pihak ini, diharapkan dapat memperkuat kapasitas tenaga kesehatan, memfasilitasi pertukaran pengetahuan, dan menyuarakan kebijakan yang mendukung penggunaan antimikroba secara bijaksana.
Pada Peringatan Pekan Kesadaran Resistansi Antimikroba tahun 2023, dilakukan seminar dan deklarasi dukungan dari 15 organisasi profesi dan asosiasi kesehatan manusia maupun hewan untuk mendorong upaya pencegahan resistensi antimikroba di Indonesia.
Organisasi dan asosiasi ini termasuk IDI, PDHI, IAI, ASOHI, PDGI, ADHPI, PERSI, APKESMI, PKFI, ASKLIN, PPNI, IBI, IDHSI, ARSHI, dan ADHPHKI.
Sinergi di antara mereka diharapkan dapat menciptakan fondasi yang kuat dalam menghadapi tantangan serius resistensi antimikroba untuk kesehatan masyarakat yang berkelanjutan. *
Editor: Mas Bons
Posting Komentar untuk "Resistensi Antimikroba Jadi Perhatian Global"