Kabaran Jabar, - Senin pagi, 3 Maret 2025, terasa berbeda bagi Karwi. Jam sudah menunjukkan lewat pukul enam, namun ia masih duduk termenung di rumah.
Tak ada lagi tergesa-gesa mengenakan seragam, tak ada lagi aroma kopi di warung langganan, dan tak ada lagi langkah kaki menuju pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), tempatnya bekerja selama 17 tahun.
Hari itu, Karwi—dan 10 ribu pekerja lainnya—telah resmi menyandang status baru: pengangguran.
![]() |
Eks karyawan Sritex urus JHT. Foto: Dok. kumparan |
Tangis di Pabrik, Harapan di Warung Kopi
Hari terakhir di Sritex bukan sekadar momen penutupan lembaran kerja, melainkan perpisahan penuh haru bagi ribuan pekerja. Sebelum meninggalkan pabrik untuk selamanya, Karwi menyempatkan diri berpamitan dengan pemilik warung makan langganannya.
“Biasanya tiap pagi ke situ. Makanya, pas pamitan kemarin, dia [pemilik warung] langsung nangis,” kenang Karwi.
Namun tangisan tak hanya pecah di warung kecil itu. Di teras kantor pabrik, para pekerja berkumpul untuk perpisahan dengan manajemen. Lagu Kenangan Terindah dari Samsons mengalun, menyayat hati setiap orang yang menyanyikannya bersama.
"Kan kujadikan kau kenangan yang terindah dalam hidupku..."
Bahu saling beradu, air mata mengalir, dan pelukan diberikan. Kenangan bertahun-tahun di pabrik itu kini tinggal cerita.
Janji yang Patah dan Nasib yang Terombang-ambing
Sejenak, ingatan kembali ke November 2024, saat Wamenaker Immanuel Ebenezer (Noel) berdiri di depan ribuan pekerja Sritex, meyakinkan bahwa PHK tidak akan terjadi.
“Saya lebih baik kehilangan jabatan saya daripada melihat saudara-saudara saya harus di-PHK,” ujar Noel kala itu.
Nyatanya, janji itu tak lebih dari angin lalu. Pada 28 Februari 2025, PHK massal diumumkan. Dua hari kemudian, pintu pabrik tertutup bagi mereka yang telah mendedikasikan hidupnya di sana.
Bertahan di Tengah Ketidakpastian
Dewi Munjiati, seorang supervisor yang mengabdi selama 27 tahun, tak kuasa menahan tangis saat tahu dirinya kehilangan pekerjaan. Di bulan Ramadan, saat semestinya berkumpul dengan keluarga dengan tenang, ia malah harus menghadapi keputusan berat: menarik anaknya dari pondok pesantren karena keterbatasan ekonomi.
“Nanti kalau saya dan suami sudah kondusif, baru saya kembalikan anak ke ponpes,” ujarnya dengan suara bergetar.
Di sudut lain, Sri Cahyaningsih, seorang pekerja keamanan yang telah bekerja 25 tahun, kini bergantung pada sisa gaji terakhirnya untuk bertahan. Tak ada pilihan lain, ia mulai berjualan takjil di sore hari, berharap bisa menutup kebutuhan sehari-hari.
“Biasanya kalau masih kerja di Sritex, saya tukar uang baru buat Lebaran, bagi-bagi rezeki. Sekarang sudah nggak kerja lagi, bingung,” kata Sri dengan pasrah.
Serikat Pekerja Mengadu, Hak Buruh Dipertanyakan
Kegelisahan para pekerja tak berhenti di situ. Serikat Pekerja Sritex menilai ada kejanggalan dalam keputusan PHK ini. Mereka menduga pemutusan hubungan kerja dilakukan mendadak untuk menghindari kewajiban pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR).
“Kurator tiba-tiba mengambil kewenangannya melakukan PHK dua hari sebelum Ramadan. Apakah ini cara untuk menghindari kewajiban membayar THR?” ujar Slamet Kaswanto, Koordinator Serikat Pekerja Sritex Group.
Hingga kini, ribuan eks pekerja masih menunggu kejelasan soal pesangon dan hak-hak lain yang seharusnya mereka terima. Janji dari pemerintah dan kurator masih sekadar kata-kata.
![]() |
Sejumlah pekerja menyelesaikan pembuatan jersey Timnas Indonesia di Pabrik Erspo, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (12/02/2025). Foto: Soni Insan Bagus/kumparan |
Antara Harapan dan Realita
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyebut bahwa eks pekerja Sritex akan kembali dipekerjakan dalam dua minggu. Namun, kurator Sritex membantah adanya rencana rekrutmen ulang dalam waktu dekat.
Bagi Karwi, Sri, dan Dewi, janji-janji itu hanya bisa mereka dengar dengan hati-hati. Harapan tetap ada, tetapi kenyataan belum berpihak.
Bagi mereka yang telah lama menggantungkan hidup di Sritex, kepailitan ini bukan sekadar angka dalam laporan ekonomi, tetapi pukulan yang mengubah hidup mereka. Kini, mereka bertahan semampu mereka, di tengah ketidakpastian yang masih membayangi.
Pewarta: red
Editor: Warsono
Oleh: M. Ismail
Sumber: Kumparan
Ikuti saluran Kabaran Jabar Portal Informasi di WhatsApp:
0Komentar