Kabaran Jabar, - Suatu ketika, hiduplah seorang anak laki-laki yang mudah sekali marah. Emosinya cepat menyala seperti api di musim kemarau. Untuk membantu anaknya mengendalikan amarah, sang ayah memberinya sekantong paku. “Setiap kali kamu marah,” kata sang ayah, “tancapkan satu paku ke pagar kayu di belakang rumah.”
Hari pertama, 48 paku langsung menghujam kayu. Hari-hari berikutnya, pagar itu kian penuh oleh paku—tanpa sang anak menyadari betapa seringnya ia meluapkan amarah.
Suatu senja, ia berdiri memandangi pagar itu. Puluhan paku berjejer rapi seperti pasukan yang diam membisu. “Mengapa sebanyak ini?” tanyanya dalam hati. Ia mulai merasa bahwa memaku tak mengubah apa pun. Emosinya tetap liar.
Ia pun mengadu pada sang ayah, “Ayah, buat apa aku terus memaku pagar? Marahku tak juga hilang.”
Sang ayah tak menjawab, hanya menggandeng tangan anaknya menuju pagar tua. “Cabutlah semua paku itu,” perintahnya. Anak itu menuruti dengan pasrah.
Satu demi satu paku terangkat. Tapi kini, pagar itu tak lagi utuh. Bekas-bekas luka menganga di permukaannya. Ada yang dalam, ada yang lebar, ada pula yang tak bisa ditutup kembali.
“Lihatlah,” ujar sang ayah lirih, “kayumu tampak kokoh di luar, tapi penuh luka di dalam. Begitu pula hati manusia saat kau marahi dengan kata-kata yang tajam.”
Sang ayah melanjutkan, “Kamu bisa menusukkan pisau ke tubuh seseorang lalu mencabutnya, tapi lukanya tetap tinggal. Begitu pula dengan kata-kata. Sekalipun kau meminta maaf, jejaknya kadang tak pernah benar-benar hilang.”
---
Banyak dari kita tak sadar telah melukai orang lain hanya dengan nada suara atau ucapan yang kasar. Kita kira mereka kuat, kita anggap mereka baik-baik saja. Tapi siapa tahu, hati mereka sudah penuh lubang seperti pagar kayu itu?
Dalam dunia profesional sekalipun, tutur kata tetaplah senjata. Bukan hanya prestasi yang membangun karier, tapi juga akhlak. Dan bukankah Rasulullah pernah berkata bahwa akhlak yang baik adalah separuh dari iman?
Maka, sebelum marah meledak, tariklah napas panjang. Karena setiap kata adalah paku, dan setiap hati adalah kayu.
Diasuh oleh Dr. MG Bagus Kastolani, Psi
Psikolog & Kader Muhammadiyah
Pewarta: Mas Bons
Editor: Warsono
Ikuti saluran Kabaran Jabar Portal Informasi di WhatsApp:
0Komentar