Kabaran Jabar, - Suasana panas terjadi di kawasan Pasar Desa Rajagaluh Lor, Kecamatan Rajagaluh, Kabupaten Majalengka, Kamis (19/06/2025), ketika puluhan warga menggelar unjuk rasa terkait lonjakan tarif sewa lahan ruko milik pemerintah desa.
Aksi damai tersebut dipicu perubahan tarif sewa lahan yang melesat tajam dari Rp250.000 per tahun menjadi Rp5 juta, lalu direvisi menjadi Rp4 juta per tahun. Meski ada penurunan, sejumlah penyewa merasa keputusan itu tak mencerminkan musyawarah mufakat.
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa para pedagang merasa ditekan saat rapat berlangsung.
“Kami seperti dipaksa setuju. Padahal ruko dibangun dengan biaya kami sendiri, bukan bantuan dari desa,” ujarnya.
Warga juga menyoal dasar perhitungan kenaikan sewa yang dinilai tidak transparan.
“Angkanya muncul begitu saja. Lima juta, turun jadi empat juta, dasarnya apa?” tambahnya.
Tak hanya itu, mereka menuntut agar Pemerintah Desa Rajagaluh Lor segera merevisi Peraturan Desa (Perdes) Nomor 5 Tahun 2016, khususnya Pasal 14 sampai 17 yang dianggap sudah tidak relevan.
“Kalau memang mau naik, oke. Tapi harus ada dasar hukum baru dan perhitungan yang masuk akal,” tegas warga tersebut.
Menariknya, muncul pula dinamika internal di tengah aksi. Salah seorang warga menyebut peserta aksi hanya sekitar 30 orang, yang justru pro terhadap kebijakan desa agar tarif Rp4 juta diberlakukan.
“Padahal sebagian besar penyewa lebih ingin ada mediasi ketimbang demo,” ungkapnya.
Merespons polemik ini, Komisi II DPRD Kabupaten Majalengka yang hadir saat aksi pun buka suara. Gus Hishnu Basyaiban (Fraksi PKB), Ano Suksena (Gerindra), dan Abid Ubaidillah (PKS) menyatakan keprihatinannya atas lonjakan tarif sewa yang dinilai membebani.
“Kenaikan ini terlalu drastis, dan bisa berdampak pada lesunya aktivitas pasar. Kami minta kecamatan segera memediasi,” kata Gus Hishnu.
Senada, Ano menambahkan pentingnya keadilan bagi seluruh pihak. “Harus ada kenyamanan bersama, bukan saling tekan,” ucapnya.
“Kalau terlalu membebani, bisa-bisa para pedagang angkat kaki, dan pasar jadi mati,” ujar Abid menambahkan.
Di sisi lain, Kepala Desa Rajagaluh Lor, M Ibrahim Risyad Elfahmi, membenarkan adanya aksi unjuk rasa yang menurutnya diikuti sekitar 250 orang. Ia menyebut aksi itu merupakan aspirasi warga agar pemerintah desa tegas menjalankan hasil musyawarah desa soal tarif sewa.
“Saat Musdes, sudah disepakati Rp4 juta per tahun. Tapi dalam pelaksanaannya, para penyewa tidak menyepakati. Maka warga menuntut agar Pemdes menjalankan hasil kesepakatan tersebut,” jelasnya.
Menurutnya, tarif Rp250.000 per tahun terlalu rendah untuk 30 unit ruko aset desa yang sudah dikelola bertahun-tahun. “Warga ingin nilai sewa minimal Rp4 juta agar bisa dimanfaatkan untuk pembangunan desa,” tuturnya.
Dalam aksinya, massa memberikan tenggat waktu hingga 30 Juni 2025 agar Pemdes menjalankan keputusan tarif baru. Jika tidak, besar kemungkinan polemik ini akan terus membara dan mengganggu ketertiban sosial di wilayah tersebut. (Wawan)
Ikuti saluran Kabaran Jabar Portal Informasi di WhatsApp:
0Komentar