Surat perintah pengosongan gedung yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah Indramayu, Aep Surahman, dilayangkan dua kali. Surat terakhir bahkan berisi teguran keras disertai ancaman pengosongan paksa dengan mengerahkan Satpol PP, yang dijadwalkan pada Jumat, 18 Juli 2025.
Reaksi keras datang dari berbagai organisasi kewartawanan. Ketua Forum Komunikasi Jurnalis Indramayu (FKJI), Asmawi, menilai tindakan tersebut tidak berdasar hukum. Menurutnya, gedung GPI bukanlah aset murni milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu, melainkan milik Desa/Kecamatan Sindang.
“Gedung itu dibangun dengan semangat kolaborasi antara pemerintah dan wartawan oleh bupati-bupati sebelumnya. Tapi sekarang, Bupati Lucky justru merusak warisan sinergi itu demi kepentingan yang tidak langsung menyentuh masyarakat,” ujar Asmawi dengan nada kecewa.
Pers Dilawan, Sejarah Dihapus
Senada, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Indramayu, Dedy Musashi, menyebut pengosongan paksa ini sebagai preseden buruk dalam hubungan antara pers dan pemerintah daerah. Ia bahkan menuding Lucky Hakim telah menginjak-injak sejarah wartawan Indramayu.
“Gedung GPI dulu bernama Balai Wartawan, dibangun sejak 1985 sebagai bentuk apresiasi pemerintah kepada insan pers, usai Indramayu meraih penghargaan nasional. Sekarang justru hendak digusur begitu saja,” ungkap Dedy.
Ia menambahkan, bangunan yang semula diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat Yogie S Memet dan disempurnakan oleh sejumlah bupati terdahulu, semestinya dihargai sebagai situs penting dalam perjalanan sejarah pembangunan daerah.
Gedung Akan Dialihfungsikan untuk Kantor BPOM
Sementara itu, hingga berita ini ditulis, Bupati Lucky Hakim belum memberikan pernyataan langsung terkait polemik ini. Namun, Kepala Bidang Aset dan Keuangan Daerah (BKAD) Kabupaten Indramayu, Yus Rusmadi, menjelaskan bahwa gedung GPI rencananya akan dialihfungsikan menjadi kantor Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
“Pak Bupati hanya ingin menata aset daerah sesuai amanat Kemendagri dan KPK. Gedung GPI termasuk yang direncanakan untuk optimalisasi pemanfaatan aset,” kata Yus.
Meski demikian, penjelasan tersebut belum meredam amarah para jurnalis. Mereka bersikeras akan tetap mempertahankan gedung GPI sebagai simbol perjuangan dan eksistensi pers di Indramayu. Aksi penolakan pun disebut akan terus berlanjut, bahkan tak menutup kemungkinan berbentuk aksi demonstrasi besar jika pengosongan dipaksakan.
Ketegangan Meningkat, Dialog Diharapkan
Polemik ini mencuat di tengah sorotan terhadap pentingnya ruang kemerdekaan pers di daerah. Banyak pihak berharap Pemkab Indramayu membuka ruang dialog dan mencari solusi win-win yang tidak menyingkirkan peran wartawan dalam pembangunan.
“Gedung itu bukan sekadar bangunan, tapi simbol keterbukaan, kritik, dan kontrol sosial. Jangan cabut itu hanya demi dalih administratif,” tegas Asmawi.
Pemerintah pusat melalui Kemendagri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang tengah mendorong penataan aset daerah. Namun, para jurnalis menilai bahwa langkah itu tidak bisa menjadi alasan untuk mengabaikan sejarah dan kontribusi pers yang selama ini menjadi mitra strategis pemerintah dalam pembangunan daerah. *
0Komentar