TfY7GUziTSC9BSGpTSOoBUz7TY==
Light Dark
Krisis Pertamax: Kerugian Konsumen dan Tanggung Jawab Pertamina

Krisis Pertamax: Kerugian Konsumen dan Tanggung Jawab Pertamina

Krisis Pertamax: Kerugian Konsumen dan Tanggung Jawab Pertamina
Daftar Isi
×
Krisis Pertamax: Kerugian Konsumen dan Tanggung Jawab Pertamina

Kabaran Jabar, - Gelombang krisis bahan bakar kali ini tidak lagi soal harga, tetapi kualitas. Ratusan kendaraan, dari roda dua hingga roda empat, dilaporkan mogok massal usai mengisi Pertamax di sejumlah SPBU Pertamina.

Fenomena ini bukan hanya menimbulkan kerugian material, melainkan juga meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap BUMN energi terbesar di negeri ini.

Dalam beberapa pekan terakhir, lini media sosial hingga bengkel ramai oleh keluhan serupa. Sementara Pertamina menegaskan produknya sesuai standar, kenyataan di lapangan memperlihatkan kerusakan nyata yang ditanggung langsung oleh konsumen. Pertanyaan pun mengemuka: siapa yang bertanggung jawab atas kerugian ini?

Persoalan kualitas Pertamax tidak sekadar urusan teknis, tetapi sudah menyentuh ranah keadilan distributif.

Sebagai pengelola kebutuhan pokok rakyat, Pertamina berkewajiban menghadirkan produk yang aman. Kegagalan menjaga mutu bukan hanya kelalaian teknis, melainkan juga bentuk pelanggaran etika bisnis.

Dampak terberat dirasakan para pekerja lapangan. Pengemudi ojek online dan kurir logistik, yang bergantung penuh pada kendaraan, kini kehilangan pemasukan harian. Kerusakan mesin berarti terhentinya roda ekonomi keluarga.

“Aduh maaf ya, Mbak, motor saya mogok pas antar. Habis isi Pertamax langsung ngadat. Gara-gara Shell tutup, bensin gak ada, saya terpaksa isi Pertamax,” keluh Wawan Ridwan, driver Gojek.

Kasus ini juga menyingkap persoalan sosial-ekonomi yang lebih luas. Kerugian konsumen tidak hanya berupa biaya perbaikan, tetapi juga hilangnya penghasilan harian.

Di sinilah relevansi hukum konsumen hadir. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberi dasar hukum bagi masyarakat untuk menuntut haknya.

Mekanisme gugatan kelompok (class action) dapat ditempuh agar Pertamina tidak sekadar memperbaiki kendaraan rusak, tetapi juga mengganti kerugian finansial akibat hilangnya pendapatan.

Krisis Pertamax menjadi ujian kredibilitas Pertamina. Tanggung jawab mereka tidak cukup berhenti pada perbaikan teknis, melainkan menyentuh moralitas korporasi.

Tanpa sikap transparan dan adil, Pertamina berisiko kehilangan legitimasi publik dan berhadapan dengan gelombang gugatan hukum massal. *
Krisis Pertamax: Kerugian Konsumen dan Tanggung Jawab Pertamina
Oleh: Devi, Mahasiswa Tarumanegara, Jurusan Hukum, Selasa, 30 September 2025.

0Komentar