Post ADS 1

RUU Penyiaran DPR Dinilai Ancam Demokrasi dan Kebebasan Pers

RUU Penyiaran DPR Dinilai Ancam Demokrasi dan Kebebasan Pers
RUU Penyiaran DPR Dinilai Ancam Demokrasi dan Kebebasan Pers


Kabaran Jabar, - Rancangan Undang-Undang Penyiaran (RUU Penyiaran) yang sedang digodok oleh DPR dinilai mengancam iklim demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia.


Sejumlah pasal dalam RUU ini memiliki potensi multitafsir dan dapat digunakan oleh pihak berwenang untuk membatasi kebebasan sipil dan partisipasi publik.


Salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah Pasal 50 B ayat (2) huruf c yang melarang liputan investigasi jurnalistik.


Ini merugikan masyarakat, terutama dalam pemberantasan korupsi, di mana produk jurnalistik sering kali menjadi alat untuk mengungkap kejahatan atau penyimpangan yang dilakukan oleh pejabat publik.


Sebagai pilar keempat demokrasi, media memiliki peran strategis dan taktis dalam membangun demokrasi, khususnya melalui fungsi pengawasan publik.


Revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, yang merupakan inisiatif DPR, bertentangan dengan semangat demokrasi dan telah menimbulkan polemik di masyarakat.


Hal ini terlihat dalam draft naskah RUU per 24 Maret 2024 yang sedang dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Draft tersebut, terkait Standar Isi Siaran (SIS), memuat batasan, larangan, dan kewajiban bagi penyelenggara penyiaran serta kewenangan KPI, secara eksplisit melarang liputan eksklusif investigasi jurnalistik.


Rancangan ini bermasalah dan harus ditolak karena tidak hanya mengancam kebebasan pers, tetapi juga mengancam masa depan gerakan antikorupsi di Indonesia.


Setidaknya ada delapan catatan kritis dari koalisi masyarakat sipil terkait draft ini yang dianggap kontroversial dan harus ditolak.


Pertama, RUU Penyiaran menambah deretan regulasi yang tidak mendukung pemberantasan korupsi. Belakangan ini, banyak regulasi yang diubah justru tidak sejalan dengan prinsip demokrasi, HAM, antikorupsi, dan penyelamatan sumber daya alam, seperti revisi UU KPK, UU Pemasyarakatan, UU Minerba, dan UU Cipta Kerja. Norma yang membatasi konten investigatif ini justru berpotensi menghambat kerja masyarakat sipil.

Kedua, RUU ini bertentangan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Pelarangan liputan investigasi jurnalistik dalam RUU Penyiaran tidak sejalan dengan nilai transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas yang merupakan prinsip Good Governance. Karya investigasi jurnalistik adalah salah satu bentuk efektif partisipasi publik dalam mengungkap dugaan pelanggaran atau kebijakan publik kepada jurnalis, dan merupakan upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih demokratis.

Ketiga, konten investigatif jurnalistik adalah kanal yang paling efektif dan aman bagi pelapor (whistleblower). Banyak kasus korupsi dan gerakan masyarakat sipil yang terungkap berkat informasi yang diinvestigasi oleh jurnalis. Masyarakat cenderung lebih percaya pada jurnalis atau inisiatif kolaborasi investigasi jurnalistik, seperti Klub Jurnalis Investigasi (KJI) dan IndonesiaLeaks, yang juga berfungsi sebagai pengawasan terhadap kebijakan dan pejabat publik.

Keempat, pembatasan liputan investigasi jurnalistik akan berdampak negatif pada penindakan kasus korupsi. Hasil investigasi sering membantu aparat penegak hukum dalam proses penyelidikan atau penanganan kasus korupsi. Data dan informasi mendalam dari jurnalis sering kali memicu penegak hukum untuk menindak dugaan korupsi atau pelanggaran lainnya.

Kelima, Standar Isi Siaran (SIS) dalam RUU Penyiaran soal liputan investigasi dapat menghambat pencegahan korupsi. Karya liputan investigasi jurnalistik yang dipublikasikan di media tidak hanya sekadar berita, tetapi juga bentuk pencegahan korupsi, terutama di sektor publik. Publikasi hasil liputan ini menggerakkan masyarakat untuk terlibat dalam upaya pencegahan korupsi dan menakuti para koruptor yang takut tindakannya terbongkar.

Keenam, ketentuan dalam RUU Penyiaran tumpang tindih dengan regulasi lain, khususnya UU Pers dan kewenangan Dewan Pers. UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah mengatur kode etik jurnalistik dan kewenangan Dewan Pers. Ketentuan dalam RUU Penyiaran bertentangan dengan pasal 4 ayat (2) UU Pers yang menyatakan bahwa pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan, atau pelarangan penyiaran.

Ketujuh, RUU Penyiaran membungkam kebebasan pers dan mengancam independensi media. Dengan melarang penyajian eksklusif laporan investigasi jurnalistik, pers menjadi tidak profesional dan tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai pengawas kekuasaan (watchdog).

Kedelapan, ketentuan dalam RUU Penyiaran merupakan ancaman bagi kemunduran demokrasi di Indonesia. Jurnalisme investigasi adalah alat bagi media independen, sebagai pilar keempat demokrasi, untuk mengontrol tiga pilar demokrasi lainnya (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Melarang penayangan eksklusif jurnalisme investigasi sama dengan menjerumuskan Indonesia sebagai negara yang tidak demokratis.


Berdasarkan berbagai alasan di atas, koalisi masyarakat sipil mendesak DPR dan Presiden untuk:

1. Menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang isinya bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan upaya pemberantasan korupsi;

2. Menghapus pasal-pasal yang berpotensi multitafsir, membatasi kebebasan sipil, dan tumpang tindih dengan undang-undang lainnya;

3. Membuka ruang partisipasi yang bermakna dalam proses penyusunan RUU Penyiaran dengan melibatkan organisasi masyarakat sipil dan kelompok masyarakat terdampak lainnya;

4. Menggunakan UU Pers sebagai acuan dalam pembuatan regulasi yang mengatur soal pers.


Jakarta, 16 Mei 2024

Koalisi Masyarakat Sipil:

- ICW

- LBH PERS

- Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN)

- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)

- Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)

- Greenpeace Indonesia

- AJI Indonesia

- Watchdoc

- AJI Jakarta


Kontak:

ICW (Tibiko Zabar)

Greenpeace Indonesia (Asep Komarudin)

Posting Komentar untuk "RUU Penyiaran DPR Dinilai Ancam Demokrasi dan Kebebasan Pers"

Ketika dunia memberi tantangan, kita sering merasa ragu, seakan tak mampu menghadapi segala hal yang datang. Namun, dalam setiap perjalanan hidup, ada kekuatan yang lebih besar dari ketakutan kita: kepercayaan pada diri sendiri. Lirik-lirik lagu seringkali menjadi cermin dari perasaan ini, mengingatkan kita untuk tetap tegar meski angin hidup tak selalu sejalan dengan harapan.

Post ADS 1
Iklan Baris
Membuat Web Propesional. - Hub: - Kabaran Market di 0878-5243-1990
Penjualan Motor
- - -
Seedbacklink