Kabaran Jabar, - Ilmu adalah kunci kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat, sebagaimana ditegaskan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim. Dalam proses pendidikan, peran orang tua sebagai pembimbing sangatlah penting, sebagaimana dikatakan oleh Shilphy A. Octavia (2020), bahwa anak-anak masih dalam pencarian jati diri mereka. Sementara itu, UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 menegaskan bahwa pendidikan harus mampu membentuk karakter yang berakhlak, cerdas, dan terampil.
Sebagai upaya mencetak generasi unggul, Kementerian Agama mendirikan Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN IC), yang awalnya merupakan gagasan BJ Habibie. Dengan model pendidikan berasrama, MAN IC berkembang menjadi madrasah unggulan di berbagai provinsi, membuktikan bahwa madrasah bukan lagi sekolah kelas dua, melainkan institusi pendidikan berkualitas tinggi.
Keberhasilan MAN IC terlihat dari capaian akademik dan prestasi lulusannya yang berhasil masuk perguruan tinggi terbaik di dalam maupun luar negeri. Model pendidikan berasrama yang diterapkan menggabungkan ilmu pengetahuan dan keagamaan secara seimbang, mengikuti jejak pesantren dalam menanamkan karakter dan kecerdasan spiritual.
Kehadiran MAN IC di berbagai daerah merupakan bukti suksesnya kolaborasi antara Kementerian Agama dan pemerintah daerah dalam mewujudkan pendidikan berkualitas berbasis nilai-nilai Islam. Semoga MAN Insan Cendekia terus menjadi kawah candradimuka bagi generasi berilmu dan bertakwa, membawa manfaat bagi bangsa dan agama.
Kolaborasi Efektif: Fondasi Madrasah Unggul
Keberhasilan MAN Insan Cendekia (MAN IC) adalah bukti nyata kolaborasi strategis antara Kementerian Agama dan Pemerintah Daerah. Bukan sekadar memenuhi tuntutan pasar, tetapi lebih dari itu, MAN IC hadir sebagai institusi pendidikan unggul yang menyeimbangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dengan Iman dan Taqwa (IMTAQ).
Komitmen Pemda dalam menyediakan lahan 10 hektar serta infrastruktur pendukung menjadi langkah awal yang krusial. Sementara itu, Kementerian Agama memastikan fasilitas pendidikan terbaik, mulai dari ruang kelas, laboratorium, hingga asrama dan perpustakaan. Model kerja sama ini bukan sekadar pragmatis atau politis, tetapi berorientasi pada jangka panjang, mendukung visi pendidikan seumur hidup (long life education) dan pendidikan untuk semua (education for all).
Hadirnya MAN IC di berbagai daerah memberikan kesempatan yang lebih luas bagi generasi muda untuk mendapatkan pendidikan berkualitas tanpa harus pergi ke kota besar. Ini adalah strategi “timbo moro sumur, bukan sumur moro timbo” — madrasah unggul yang mendekati peserta didik, bukan sebaliknya. Dengan pendekatan ini, MAN IC menjadi kawah candradimuka bagi kader intelektual dan moral masa depan, memastikan bahwa setiap anak bangsa memiliki akses yang sama terhadap pendidikan bermutu.
Model Pendidikan Berasrama: Sintesis Keilmuan dan Keagamaan
Pondok pesantren telah lama menjadi rujukan utama dalam model pendidikan berasrama (boarding school). Dengan sistem integratif, para santri, ustadz, dan kyai hidup dalam satu lingkungan yang memungkinkan pembelajaran berlangsung secara menyeluruh. Pendidikan karakter (akhlakul karimah) menjadi prioritas, tanpa mengabaikan kecerdasan intelektual (tafaqquh fiddin). Keberhasilan santri tidak hanya diukur dari IQ (Intelectual Quotient), tetapi juga EQ (Emotional Intelligence) dan SQ (Spiritual Intelligence).
Model pendidikan ini menjadi inspirasi bagi berbagai lembaga pendidikan berbasis asrama, termasuk MAN Insan Cendekia (MAN IC). Namun, MAN IC menghadirkan inovasi dengan memperkuat aspek sains dan teknologi, memastikan keseimbangan antara keilmuan dan keagamaan. Hal ini terlihat dari sistem pengelolaan asrama yang dikelola oleh alumni pesantren berkompetensi kitab kuning (al-kutub al-turats) dan memiliki latar belakang akademik yang kuat.
Keseriusan Kementerian Agama dalam mengembangkan MAN IC tercermin dari struktur organisasi madrasah yang mencakup Wakil Kepala Madrasah Bidang Asrama. Selain itu, kurikulum MAN IC mengadopsi kitab-kitab dasar pesantren seperti Aqidatul Awam, Safinatun Najah, Imrithi, dan Ta’limul Muta’allim, sebagai bekal dalam perjalanan keilmuan dan spiritual siswa.
Dengan pendekatan ini, MAN IC menjadi simbol pendidikan unggul ala pesantren yang menggabungkan kekayaan khazanah Islam dengan manajemen pendidikan modern. Sejalan dengan filosofi Socrates (469-399 SM), pendidikan adalah sarana untuk mencari kebenaran, dan metode terbaiknya adalah dialektika. Semoga MAN IC terus melahirkan generasi yang menemukan kebenaran melalui ilmu dan ketakwaan. Wallahu a’lam bish-shawab.
Ruchman Basori (Kepala Pusat Pembiayaan Pendidikan Agama dan Keagamaan (Puspenma) Setjen dan Sekretaris PMU MAN Insan Cendekia 2013-2015)
Pewarta: *
Editor: Warsono
Sumber: Kemenag
Ikuti saluran Kabaran Jabar Portal Informasi di WhatsApp:
0Komentar