Kabaran Jabar, - Kemenangan Persib adalah euforia. Kebanggaan yang membuncah dari tanah Sunda. Tapi di balik arak-arakan megah menuju Gedung Sate, ada satu momen yang menyisakan renungan mendalam.
Di atas bus konvoi, Gubernur Kang Dedi Mulyadi berdiri bersisian dengan para pahlawan lapangan. Saat piala kemegahan itu melintas, terdengar seruan dari belakang:
“Pak, pegang dong pialanya!”
Jawaban Kang Dedi singkat namun menggetarkan:
“Jangan, itu hak pemain. Mereka yang berjuang, mereka yang layak.”
Sebuah sikap. Sederhana, tapi sarat makna. Pemimpin tahu tempatnya. Etika dijunjung, panggung diberikan untuk mereka yang memang layak.
Namun tak lama berselang, suara lain menggema dari atas panggung:
“Bonus! Bonus! Bonus!”
Alih-alih terusik, Kang Dedi turun. Menemui rakyat. Lalu dengan ketenangan seorang pemimpin sejati, ia mengumumkan:
“Bonus 1 Miliar untuk para pemain.
800 juta dari tabungan pribadi saya.
200 juta lagi, dari empat sapi peliharaan saya.”
Ini bukan sekadar hadiah. Ini bentuk cinta. Pengorbanan.
Tapi justru di titik itu muncul tanya:
Mengapa saat pemimpin menunjukkan ketulusan, sebagian pemain justru kehilangan tata krama?
Apakah juara hanyalah tentang uang?
Ataukah ada trofi lain yang lebih tinggi nilainya: sikap, penghormatan, dan integritas?
Kang Dedi mengingatkan kita:
Memegang piala bukan hanya soal tangan yang kuat, tapi hati yang tahu batas.
Dan kadang, yang tak turun ke lapangan justru lebih ksatria dari yang mencetak gol.
Untuk Adam Alis, anda dikenal. Kami tahu itu. Tapi kontenmu kemarin menodai momen. Untungnya, Kang Dedi memberi klarifikasi—dengan rendah hati. Tapi sebagai warga Jawa Barat, kami berharap: jangan hanya ingin dikenal. Belajarlah juga mengenal. Terutama sosok pemimpin yang tulus dan santun:
KDM.
Bobotoh sejati, bukan hanya di tribun—tapi juga di hati.
Baca Juga:
Oleh: Kang Nandang | Ketum Save Jabar
Ikuti saluran Kabaran Jabar Portal Informasi di WhatsApp:
0Komentar