Kabaran Jabar, - Alun-Alun Kota Cimahi akan berubah menjadi panggung budaya Nusantara pada Sabtu, 13 Desember 2025, melalui gelaran Sangkuriang Festival 2025. Festival ini digagas sebagai ruang perayaan budaya, seni, dan kebersamaan masyarakat lintas generasi.
Mengusung nuansa kearifan lokal yang dipadukan dengan semangat kebangsaan, Sangkuriang Festival menghadirkan beragam agenda atraktif sejak sore hingga malam hari. Pengunjung akan disuguhkan Musik Senja, dilanjutkan Musik Malam Kaki Gunung yang menyajikan pertunjukan bernuansa etnik dan modern dalam satu harmoni.
Tak hanya itu, kawasan festival juga akan dihidupkan dengan Kampung Nusantara, tempat ragam budaya daerah diperkenalkan melalui busana, seni, dan tradisi. Atraksi Nusantara Menari dan Parade Nusantara siap memanjakan mata, sementara Podium Nusantara menjadi ruang ekspresi bagi para pelaku seni dan budaya.
Kehadiran unsur kolaborasi dari berbagai pihak menegaskan bahwa festival ini bukan sekadar hiburan, melainkan ajang pemersatu yang mengangkat identitas budaya sebagai kekuatan daerah. Dengan latar Alun-Alun Cimahi yang ikonik, Sangkuriang Festival 2025 diharapkan menjadi magnet wisata budaya sekaligus ruang interaksi kreatif masyarakat.
Sangkuriang Festival 2025 bukan hanya perayaan, tetapi juga pesan bahwa Cimahi terus bergerak menjaga warisan budaya di tengah dinamika zaman.
Sangkuriang Festival 2025, Simbol Harmoni 23 Etnis di Kota Cimahi, Wali Kota Cimahi, Ngatiyana kembali menegaskan wajahnya sebagai kota mini Indonesia melalui gelaran Sangkuriang Festival 2025.
Festival yang diinisiasi Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) ini menjadi panggung persatuan bagi 23 etnis yang hidup berdampingan secara rukun di wilayah Cimahi.
Ngatiyana, mengungkapkan rasa syukur atas suksesnya penyelenggaraan festival yang berlangsung meriah dengan dukungan penuh Pemerintah Kota Cimahi dan berbagai unsur masyarakat. Rangkaian kegiatan dimulai dari pawai budaya yang bergerak dari kawasan Cimol menuju Alun-alun Cimahi, lalu dilanjutkan dengan parade seni dan budaya Nusantara dari Sabang hingga Merauke.
“Ini adalah bukti nyata bahwa Cimahi tidak membeda-bedakan suku, ras, dan agama. Sebanyak 23 etnis hari ini tampil bersama, menyampaikan pesan kebersamaan, persatuan, dan hidup rukun berdampingan,” ujar Ngatiyana.
Beragam seni budaya ditampilkan, mulai dari tarian tradisional, busana adat, hingga pertunjukan khas daerah masing-masing etnis. Kolaborasi antara Forum Pembauran Kebangsaan dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) turut memperkuat pesan bahwa perbedaan bukan alasan untuk berjarak, melainkan jembatan persaudaraan.
Ngatiyana menjelaskan, nama Sangkuriang bukan sekadar simbol budaya Sunda, melainkan filosofi kerja cepat, tepat, dan tuntas.
“Sangkuriang itu bekerja cepat, bahkan satu malam bisa selesai. Perencanaannya cepat, pelaksanaannya cepat, hasilnya pun tepat,” katanya.
Menariknya, festival ini tidak menggunakan anggaran APBD. Seluruh kegiatan murni digerakkan melalui swadaya Forum Pembauran Kebangsaan, sebagai bentuk kemandirian dan kepedulian lintas etnis di Kota Cimahi.
Ke depan, Sangkuriang Festival direncanakan menjadi agenda rutin tahunan, bahkan terbuka kemungkinan digelar dua tahun sekali sebagai ruang silaturahmi antar-etnis. Meski demikian, komunikasi dan pertemuan antar komunitas tetap berjalan rutin setiap bulan.
“Keragaman bukan tantangan, tapi kekuatan. Perbedaan jangan dijadikan sumber permusuhan, justru harus kita rawat sebagai persaudaraan. Persatuan dan kesatuan Indonesia adalah yang utama,” tegas Ngatiyana.
Melalui Sangkuriang Festival 2025, Cimahi kembali menunjukkan bahwa meski kecil secara wilayah, namun besar dalam semangat persatuan dan kebhinekaan. (Bd20)
Ikuti saluran Kabaran Jabar Portal Informasi di WhatsApp:




0Komentar